Surabaya, 19 Juli 2025 – Slogan “Polri untuk Masyarakat” kini kembali dipertanyakan setelah adanya temuan pembangunan Poslantas permanen di atas trotoar yang merupakan hak pejalan kaki. Lokasi tepatnya berada di perempatan Jalan Raya Bratang, Surabaya, tak jauh dari Terminal Bratang. Tindakan ini menuai sorotan publik dan dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak ruang publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gus Har, tokoh masyarakat sekaligus pengurus Ormas Barisan Gotong Royong (BGR), angkat bicara terkait kejadian tersebut. Ia menyayangkan sikap aparat yang seolah abai terhadap aturan hukum, padahal selama ini Polri dikenal gencar menindak pelanggaran masyarakat.
“Polri selalu tanggap menindak pelanggaran masyarakat. Tapi saat mereka sendiri melanggar, justru diam. Ini mencederai keadilan dan prinsip kesetaraan di mata hukum,” tegas Gus Har.
Ia menyebut, pendirian bangunan permanen di atas trotoar jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 45 ayat (1) yang menyatakan:
“Trotoar merupakan fasilitas untuk pejalan kaki dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain yang mengganggu fungsi utamanya.”
Selain itu, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 juga menegaskan bahwa trotoar tidak boleh dialihfungsikan menjadi bangunan atau sarana yang menghambat akses masyarakat.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran tata ruang, tetapi soal keadilan sosial. Hak pejalan kaki dirampas. Kalau masyarakat yang melanggar bisa disanksi, seharusnya institusi seperti Polri juga harus memberi teladan,” lanjut Gus Har.
Pihaknya mengaku akan melaporkan temuan ini kepada instansi terkait, termasuk DPRD Kota Surabaya dan Ombudsman, agar ada evaluasi dan tindakan tegas terhadap pelanggaran tersebut.(Red)








