
Surabaya, 8 November 2025 — Dalam momentum Hari Pahlawan, 10 November 2025, Aliansi 10 November yang merupakan gabungan dari berbagai elemen masyarakat akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran secara serentak di Kota Surabaya.
Aksi ini digelar untuk menuntut perubahan status lahan Surat Ijo menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, menolak pembayaran pajak ganda, serta meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan audit terhadap pengelolaan IPT Surat Ijo dan penggunaan anggaran APBD Kota Surabaya.
Selain itu, massa juga mendorong Presiden RI Prabowo Subianto untuk menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pencabutan status Surat Ijo di Kota Surabaya.

Gus Har, selaku Pengurus Aliansi Relawan Prabowo Gibran (ARPG) Jawa Timur, yang dikenal konsisten memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Surabaya, menyampaikan bahwa aksi ini akan menjadi gerakan rakyat terbesar pada tahun ini.
“Aksi demo besar-besaran secara serentak ini akan dihadiri oleh 22 elemen organisasi masyarakat, termasuk korban penghuni Surat Ijo.
Kita akan kerahkan massa paling sedikit 500 orang untuk turun langsung ke jalan memperjuangkan hak-hak rakyat Surabaya,” ujar Gus Har.
“Selama ini aspirasi masyarakat Surabaya tidak pernah direspons oleh Walikota Surabaya Eri Cahyadi. Kami sudah terlalu lama sabar. Kali ini kami siapkan simbol-simbol perlawanan rakyat, termasuk pasukan armada tinja dan makanan basi sebagai bentuk sindiran keras terhadap kebobrokan sistem yang berbau busuk,” tambahnya.
“Ini bukan sekadar aksi, tapi peringatan bahwa pejabat anti rakyat adalah provokator sebenarnya. Seharusnya seorang Walikota bisa mengayomi, melindungi, dan menyejahterakan rakyat — bukan sebaliknya,” tegasnya.

Sementara itu, Yanto Banteng, Ketua Pengurus LSM KBRS Perjuangan, menegaskan bahwa perjuangan ini bukan untuk kepentingan golongan, tetapi demi keadilan bagi seluruh warga penghuni lahan Surat Ijo.
“Kami akan terus bersatu sampai hak rakyat dikembalikan. Surat Ijo harus dihapus, dan rakyat Surabaya berhak atas sertifikat tanah miliknya sendiri,” kata Yanto Banteng.
Satrio, selaku Ketua Koordinator Aksi dan Penanggung Jawab, menjelaskan bahwa aksi ini akan dimulai pukul 09.00 WIB hingga selesai, dengan titik kumpul utama di Kantor Gubernur Jawa Timur dan Balai Kota Surabaya.
“Kami pastikan aksi ini berjalan damai namun tegas. Rakyat tidak akan diam ketika haknya terus ditindas,” tegas Satrio.
Ia juga menegaskan bahwa Walikota Surabaya Eri Cahyadi diduga telah melanggar ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, karena menyalahgunakan kewenangan dalam pengelolaan lahan Surat Ijo dan penarikan retribusi IPT yang memberatkan masyarakat.
“Jika pejabat publik menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu dan merugikan rakyat, itu jelas masuk ranah pidana korupsi. Kami minta KPK turun tangan!” tegas Satrio.

Prasetyo, selaku Koordinator Lapangan, menambahkan dengan nada lantang bahwa rakyat membutuhkan pemimpin sejati, bukan penguasa yang menutup telinga terhadap penderitaan rakyatnya.
“Kami butuh pemimpin sejati! Baik Khofifah Indar Parawansa selaku Gubernur Jawa Timur maupun Eri Cahyadi selaku Walikota Surabaya, kami minta turun langsung menemui atau audiensi dengan para pejuang Surat Ijo.
Kami tidak butuh calo-calo penguasa. Hadapi kami, para penerus pejuang yang berjuang untuk merebut kembali hak-hak kami — baik tanah maupun rumah yang telah kami huni puluhan tahun.
Jangan bodoh-bodohi rakyat ini! Kami sudah muak, kesabaran kami sudah habis! Hidup rakyat penghuni Surat Ijo akan tetap solid dan bersatu.
Rawe-rawe rantas, malang-malang putung! Semangat-semangat! 💪” seru Prasetyo dengan penuh semangat.
Gerakan Aksi 10 November ini diharapkan menjadi momentum kebangkitan rakyat Surabaya untuk memperjuangkan hak-hak dasar atas tanah mereka dan menolak segala bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.(Red)






