Surabaya – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2030 hingga 2032 dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Hal ini disampaikan oleh Rumayya Batubara, Dosen Ilmu Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair).
Rumayya menjelaskan bahwa kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat membutuhkan solusi jangka panjang dan berkelanjutan. PLTN dinilai bukan hanya sebagai sumber energi alternatif, tetapi juga sebagai pendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan PLTN akan menggerakkan sektor konstruksi, manufaktur, dan teknologi tinggi. Dalam lima tahun pertama saja, proyek ini berpotensi menyerap hingga 30 ribu tenaga kerja langsung,” ungkapnya dalam keterangan di Surabaya, Selasa (6/5/2025).
Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PLTN ditargetkan menyuplai 1 gigawatt energi. Selain menambah pasokan listrik nasional, keberadaan PLTN juga diharapkan menekan tarif listrik hingga Rp1.000 per kilowatt-jam. Hal ini akan berdampak positif pada daya saing industri dan mendorong pertumbuhan sektor manufaktur.
Namun, Rumayya juga mengingatkan bahwa proyek PLTN membutuhkan kesiapan dari berbagai aspek, seperti sumber daya manusia (SDM) berteknologi tinggi, industri pendukung dalam negeri, dan sistem pengelolaan limbah nuklir yang aman. “Kalau kesiapan ini tidak terpenuhi, risiko ekonomi dan keselamatan bisa meningkat,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya regulasi yang mendukung dan insentif fiskal bagi investor, seperti tax holiday dan keringanan bea impor. “Koordinasi antarinstansi dan kontrak jangka panjang dengan PLN sangat penting agar listrik dari PLTN benar-benar terserap dan proyek berjalan sesuai target,” tutupnya.
Dengan berbagai potensi yang ditawarkan, PLTN bukan hanya menjawab tantangan energi, tetapi juga membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.(Yud)