Sidoarjo, 19 Juni 2025 — Tindakan pengamanan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap sejumlah wartawan di Pendopo Kabupaten Sidoarjo menuai kecaman luas. Insiden tersebut terjadi saat agenda mediasi antara PT Sumber Global Manufaktur (SGM) dan sejumlah pihak yang difasilitasi oleh Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, bersama Wakil Wali Kota Surabaya.
Alih-alih memberikan akses kepada media untuk menjalankan fungsi kontrol sosial, beberapa jurnalis justru mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Mereka dihalangi saat hendak meliput, dilarang mengambil gambar, bahkan mengalami tindak kekerasan fisik seperti didorong, dipiting, hingga ditantang duel oleh pria berbadan tegap yang mengaku sebagai pengamanan Wakil Bupati.
“Ini bukan hanya soal pelarangan peliputan, tapi sudah masuk pada ranah intimidasi dan kekerasan,” kata salah satu jurnalis korban insiden tersebut.
Menurut pengakuan sejumlah wartawan di lokasi, pelaku pengusiran tidak mengenakan seragam resmi dan bertindak tanpa dasar hukum yang jelas. Mereka berdalih bahwa ruangan mediasi bersifat tertutup atas perintah dari pejabat yang bersangkutan.
Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk pembatasan terhadap kerja jurnalistik dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin hak wartawan untuk memperoleh informasi dan melakukan peliputan di ruang publik.
Bayu Pangarso, ST, Pimpinan Redaksi Berita Cakrawala.co.id, menyebut tindakan pengamanan tersebut sebagai bentuk arogansi kekuasaan yang berlebihan.
“Pengusiran dan kekerasan terhadap wartawan di pendopo adalah bentuk pelecehan terhadap kemerdekaan pers. Ini mencerminkan ketakutan terhadap keterbukaan informasi publik,” tegas Bayu.
Ia juga menegaskan bahwa pendopo merupakan fasilitas publik yang dibiayai oleh negara, sehingga tidak seharusnya menjadi ruang tertutup bagi kegiatan jurnalistik yang transparan dan bertanggung jawab.
Atas kejadian tersebut, pihak media telah melayangkan laporan resmi ke Mapolda Jawa Timur guna meminta perlindungan hukum dan menuntut proses hukum terhadap para pelaku intimidasi.
Kritik dari kalangan masyarakat sipil dan aktivis kebebasan pers pun bermunculan. Mereka mendesak agar pemerintah daerah, khususnya Wakil Bupati Mimik Idayana, memberikan klarifikasi terbuka dan bertanggung jawab atas insiden tersebut.
“Jika tindakan pengamanan ini atas sepengetahuan atau perintah pejabat publik, maka ini jelas penyalahgunaan kewenangan,” ujar seorang pemerhati media dari Surabaya.
Peristiwa ini menjadi alarm serius bahwa kebebasan pers masih menghadapi tantangan nyata di lapangan. Komunitas jurnalis menyerukan solidaritas dan langkah konkret dari aparat penegak hukum agar tindakan serupa tidak kembali terulang.(Yud)






